Lapisan batubara umumnya dicirikan mempunyai koefisien variasi rendah dengan geometri dan distribusi kadar sederhana, unsur-unsur utamanya mudah dievaluasi, sedangkan unsur-unsur minor sulit dievaluasi, dilusi internal dan dilusi tepi seringkali menimbulkan masalah. Secara umum geometri lapisan batubara memang lebih sederhana bila dibandingkan dengan endapan mineral yang lain (Spero Carras, 1984 dalam B. Kuncoro 2000). Tetapi kenyataan di lapangan, selain ditemukan sebagai lapisan yang melampar luas dengan ketebalan menerus dan dalam urutan yang teratur, juga dijumpai lapisan batubara yang tersebar tidak teratur, tidak menerus, menebal, menipis, terpisah dan melengkung dengan geometri yang bervariasi. Maka geometri menjadi perlu dipelajari dan dipahami secara baik karena merupakan salah satu aspek penting di dalam usaha mengembangkan industri pertambangan batubara. Adapun perameter geometri lapisan batubara harus dikaitkan dengan kondisi penambangannya, karena hasil pemetaan mengenai geometri lapisan batubara akan menjadi dasar untuk tahap berikutnya, yaitu tahap penambangan. Pembagian parameter geometri lapisan batubara (Jeremic, 1985 dalam B. Kuncoro 2000) ini didasarkan pada hubungannya dengan terdapatnya lapisan batubara ditambang dan kestabilan lapisannya meliputi :
a. Ketebalan lapisan batubara : (a) sangat tipis, apabila tebalnya kurang dari 0,5 m, (b) tipis 0,5-1,5 m, (c) sedang 1,5-3,5 m, (d) tebal 3,5-25 m, dan (e) sangat tebal, apabila >25 m.
b. Kemiringan lapisan batubara: (a) lapisan horisontal, (b) lapisan landai, bila kemiringannya kurang dari 25°, (c) lapisan miring, kemiringannya berkisar 25°-45°, (d) lapisan miring curam, kemiringannya berkisar 45°-75°, dan (e) vertikal.
c. Pola kedudukan lapisan batubara atau sebarannya: (a) teratur dan (b)tidak teratur.
d. Kemenerusan lapisan batubara: (a) ratusan meter, (b) ribuan meter 5-10 km, dan menerus sampai lebih dari 200 km.
Selanjutnya agar geometri lapisan batubara menjadi berarti dan menunjang untuk perhitungan cadangan, bahkan sampai pada tahap perencanaan tambang, penambangan, pencucian, pengangkutan, penumpukan, maupun pemasaran, maka menurut B. Kuncoro (2000) parameternya adalah :
1. Ketebalan
Ketebalan lapisan batubara adalah unsur penting yang langsung berhubungan dengan perhitungan cadangan, perencanaan produksi, sistem penambangan dan umur tambang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor pengendali terjadinya kecenderungan arah perubahan ketebalan, penipisan, pembajian, splitting dan kapan terjadinya. Apakah terjadi selama proses pengendapan, antara lain akibata perubahan kecepatan akumulasi batubara, perbedaan morfologi dasar cekungan, hadirnya channel, sesar, dan proses karst atau terjadi setelah pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi permukaan. Pengertian tebal lapisan batubra tersebut termasuk parting, (bgross coal thickness), tebal lapisan batubara tidak temasuk parting (net coal thickness).tebal lapisan batubara yang ditambang (mineable thickness).
2. Kemiringan
Besarnya kemiringan lapisan batubara berpengaruh terhadap perhitungan cadangan ekonomis , dan sistem penambangan. Besarnya kemiringan harus berdasarkan hasil pengukuran dengan akurasi tinggi. Dianjurkan pengukuran kedudukan lapisan batubara menggunakan kompas dengan metode dip direction sekaligus harus mempertimbangkan kedudukan lapisan batuan yang mengapitnya (interburden).
Pengertian kemiringan, selain besarnya kemiringan lapisan juga masih perlu dijelaskan :
a. Apakah pola kemiringan lapisan batubara tersebut bersifat menerus dan sama besarnya sepanjang cross strike maupun on strike atau hanya bersifat setempat.
b. Apakah pola kemiringan lapisan batubara tersebut membentuk pola linier, pola lengkung, atau pola luasan.
c. Mengenai faktor – faktor pengendalinya.
3. Pola sebaran lapisan batubara
Pola sebaran lapisan batubara akan berpengaruh pada penentuan batas perhitungan cadangan dan pembagian blok penambangan. Oleh karena itu, faktor pengendalinya harus diketahui, yaitu apakah dikendalikan oleh struktur lipatan (antiklin, sinklin, menunjam), homoklin, struktur sesar dengan pola tertentu atau dengan pensesaran yang kuat.
4. Kemenerusan lapisan batubara
Selain jarak kemenerusan, maka faktor pengendalinya juga perlu diketahui, yaitu apakah kemenerusannya dibatasi oleh proses pengendapan, split, sesar, intrusi atau erosi.
Misal pada splitt, kemenerusan lapisan batubara dapat terbelah oleh bentuk membaji dari lapisan sedimen bukan batubara. Berdasarkan penyebabnya dapat karena proses sedikmentasi (autosedimentational splitt) atau tektonik yang ditujukan oleh perbedaan penurunan dasar cekungan yang mencolok akibata sesar ( Werbroke, 1981 dalam Diessel, 1992). Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang splitt akan sangat membantu pada :
a. Kegiatan eksplorasi untuk menentukan sebaran lapisan batubra dan penentuan perhitungan cadangan.
b. Kegiatan penambangan hadirnya splitt dengan kemiringan sekitar 450 yang umumnya disertai dengan perubahan kekompakkan batuan, maka akan menimbulkan masalah dalam kegatan tambang terbuka, kestabilan lereng, dan kestabilan atap pada operasi penambangan bawah tanah.
5. Keteraturan lapisan batubara
Keteraturan lapisan batubara ditentukan oleh pola kedudukan lapisan batubara (jurus dan kemiringan) artinya :
a. Apakah pola lapisan batubara dipermukaan (crop line) menunjukkan pola teratur (garis lurus, melengkung/meliuk pada elevasi yang hampir sama) atau membentuk pola yang tidak teratur (garis yang tidak menerus, melengkung/meliuk pada elevasi yang tidak sama).
b. Apakah bidang lapisan batubara membentuk bidang permukaan yang hampir rata, bergelombang lemah atau bergelombang kuat)
c. Juga harus dipahami faktor pengendali ketertauran lapisan batubara.
6. Bentuk lapisan batubara
Merupakan perbandingan antara tebal lapisan batubara dan kemenerusannya, apakah melembar, membaji, melensa atau bongkah. Bentuk melembar merupakan bntuk yang umum dijumpai, oleh karena itu selain bentuk melembar, maka perlu dijelaskan faktor-faktor pengendalinya.
7. Roof dan Floor
Kondisi roof dan floor, meliputi jenis batuannya, kekerasan, jenis kontak, kandungan karbonannya, bahkan sampai tingkat kerekatannya dalam kondisi kering maupun basah. Kontak batubara dengan roof merupakan fungsi dari proses pengendapannya.pada kontak yang tegas menunjukan proses yang tiba-tiba, sebaliknya pada proses yang berlangsung lambat diperlihatkan oleh kontak yang berangsur kandungan karbonnya. Roof banyak mengandung fosil, sehingga baik untuk korelasi.
Litologi pada floor lebih bervariasi, seperti serpih, batulempung, bataulanau, batupasir, batugamping, atau soil yang umumnya masif. Bila berupa seatearth umumnya mengandung akar tumbuhan, berwarna abu-abu cerah sampai coklat, plastis, merupakan tanah purba tempat tumbuhan hidup, tidak mengandung alkali, kandungan kalium dan besi rendah. Terjadi karaena proses perlindihan oleh air yang jenuh asam humik dari pembusukan tanaman. Seatearth untuk istilah umum untuk batuan berbutir kasar maupun halus yang mengandung akar tumbuhan dalam posisi tumbuh dan berada di bawah lapisan batubara. Beberapa istilah lain untuk seatearth antara lain seatrock, underclay, fireclay, atau gannister dengan ketebalan bervariasi, dari beberapa cm sampai beberapa meter.
8. Cleat
Cleat adalah kekar di dalam lapisan batubara, khususnya pada batubara bituminous yang ditunjukkan oleh serangkaian kekar yang sejajar, umumnya mempunyai orientasi yang berbeda dengan kedudukan lapisan batubara. Adanaya cleat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: mekanisme pengendapan, petrografi batubara, derajat batubara, tektonik (struktur geologi), dan aktivitas penambangan.
Berdasarkan genesanya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Endogenous cleat, dibentuk oleh adanya gaya internal akibat pengeringan atau penyausustan material organik. Umunya tagak lurus bidang perlapisan sehingga bidang kekar cenderung membagi lapisan batubara menjadi fragmen-fragmen tipis yang tabular.
b. Exogenic cleat, dibentuk oleh gaya ekternal yang berhubungan dengan kejadian tektonik. Mekanismenya tergantung tergantung dari karakteristik lapisan pembawa batubara. Cleat ini terorientasi pada arah tegasan utama dan terdiri dari dua pasang kekar yang saling memebentuk sudut.
c. Induced cleat, bersifat lokal akibat proses penambangan dengan adanya perpindahan beban kedalam struktur tambang. Frekuensi induced cleat tergantung pada tata letak tambang dan macam teknologi penambangan yang digunakan.
Berdasarkan bentuknya dapat dikelompokan menjadi lima, yaitu :
a. Bentuk kubus, umunya pada endogenous cleat yang berderajat rendah.
b. Bentuk laminasi pada exogenic cleat berupa perselingan antara batubara keras dan lunak atau antara durai dan vitrain.
c. Bentuk tidak menerus, berhubungan endogenous cleat dan exogenic cleat.
d. Bentuk menerus, berhungan dengan struktur geologi akibat penambangan.
e. Bentuk bongkah yang disebabkan oleh kejadian tektonik.
Besarnya pengaruh cleat menjadi penting untuk dipelajari dan diketahui karena kehadiran dan orientasi cleat antara lain akan mempengaruhi pemilihan tata letak tambang, arah penambangan, penerapan teknologi penambangan, proses pengolahan batubara, penumpukan batubara, dan bahkan pemasaran batubara (mulai fine coal sampai lumpy coal).
Oleh karena itu, perekaman data cleat tidak hanya terbatas pada kedudukan dan kisaran jarak antar cleat, tetapi perlu dilengkapi dengan merkam jenis, pengisi, pengendali terbentuknya, karakteristik karakternya, dan jarak dominan cleat.
9. Pelapukan
Tingkat pelapukan penting karena berhubungan dengan dimensi lapisan batubara, kualitas, perhitungan cadangan dan penambangannya. Oleh karena itu karakteristik pelapukan dan batas pelapukan harus ditentukan. Pada batubara lapuk selain harus ditentukan batasnya dengan batubara sega,, juga berpengaruh pada pengukuran tebalnya. Kondisi ini umumnya dijumpai pada batubara dengan kandungan abu dan moisture tinggi.
Untuk kualitas batubara khususnya masalah kandungan Sulfur umumnya terjadi pada batubara yang berasosiasi dengan kondisi marin. Material pirit khususnya yang berbentuk framboidal, banyak melimpah pada lapisan-lapisan yang ditutupi secara langsung oleh stratum marine (William & Keith, 1963 dalam B. Kuncoro 1996).
Lapisan yang terakumulasi pada daerah yang berkondisi marin, seperti lingkungan back barrier dan lower delta plain yang lebih banyak ditumpangi oleh sedimen-sedimen marin atau brackish daripada lingkungan upper delta plain atau lingkungan fluviatil dan sebagian terdiri dari pirit framboidal.Menurut Caruccio et al (1977) dalam B. Kuncoro 1996 kandungan sulfur yang hadir sebagai markasit atau firit terjadi dalam bentuk butiran euhedral, massa berbutir kasar (lebih besar dari 25 mikron) yang menggantikan material asli tanaman, berupa massa lembaran (platy) yang mengisi cleat atau rekahan dan framboidal pirit. Dari hasil penelitian sulfur pirit berbentuk framboidal dihasilkan karena pengurangan sulfur oleh mikroba organisma yang dijumpai di lingkungan marin hingga air payau dan tidak pada air tawar.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Kog sama betul dengan bahan skripsi senior Saya ya? Mas Afgan Burhanudin.
ReplyDeleteHehehehehehehehe..